Kd
3.1 Mendeskripsikan pengertian, fungsi, dan peran serta perkembangan pers di
Indonesia
Indicator
1 menguraikan pengertian, fungsi, dan peranan pers dalam masyarakat yang
demokratis
1. Pengertian
Pers
Istilah “pers”
berasal dari kata persen Belanda, press Inggris, yang berarti “menekan” yang merujuk pada alat cetak kuno
yang digunakan dengan menekan secara keras untuk menghasilka karya cetak pada lembaran kertas.
Beberapa pengertian
pers :
Kamus Umum Bahasa Indonesia, pers
berarti :
1)
Alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar.
2)
Alat untuk menjepit, memadatkan.
3)
Surat kabar dan majalah yang berisi berita.
4)
Orang yang bekerja di bidang peresuratkabaran.
UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, pers
adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dari pengertian pers
menurut UU No. 40 Tahun 1999, pers memiliki dua arti, arti luas dan
sempit. Dalam arti luas, pers menunjuk
pada lembaga sosial atau pranata sosial yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi. Sedanglan dalam arti sempit, pers merujuk pada wahana / media komunikasi massa
baik yang lektronik dan cetak.
Wahana komunikasi massa
ada dua jenis, yaitu media cetak dan media elektronik. Media massa elektronik, adalah media massa
yang menyajikan informasi dengan cara
mengirimkan informasi melalui peralatan elektronik, seperti radio, televisi,
internet, film. Sedangkan media massa
cetak, adalah segala bentuk media massa yang menyajikan informasi dengan cara
mencetak informasi itu di atas kertas.
Contoh, Koran, majalah, tabloid, bulletin.
2. Fungsi Pers
Pers sebagai “watchdog” yaitu mata dan telinga,
pemberi isyarat, pemberi tanda-tanda dini, pembentuk opini atau pendapat, dan
mengarah agenda masa depan.
Pada pasal 3 UU No.40
Tahun 1999 tentang pers, disebutkan bahwa fungsi pers adalah sebagai berikit:
1)
Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,
dan kontrol sosial.
2)
Disamping fungsi-fungsi tersebut, pers nasional dapat berfungsi sebahgai
lembaga ekonomi.
Penjelasan
:
A. Fungsi Informasi
: menyajikan informasi karena masyarakat
memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di masyarakat, dan
Negara.
B. Fungsi Pendidikan
: sebagai sarana pendidikan massa (mass
education), maka pers situ memuat tulisan-tulisan yang mengandung
pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
C. Fungsi Hiburan :
hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat pers untuk mengimbangi
berita-berita berat (hard news) dan
artikel-artikel yang berbobot. Hiburan
dapat berupa cerpen, cerita bergambar, cerita bersambung, teka-teki silang,
pojok, karikatur.
D. Fungsi Kontrol Sosial
: adalah siukap pers dalam melaksanakan fungsinya yang ditujukan terhadap
perorangan atau kelompok dengan maksud memperbaiki keadaan melalui
tulisan. Tulisan yang dimaksud memuat
kritik baik langsung atau tidak langsung terhadap aparatur Negara, lembaga
masyarakat.
E. Fungsi sebagai
Lembaga Ekonomi : Pers adalah sebuah berusahaan yang bergerak di bidang
penerbitan. Pers memiliki bahan baku
yang diolah sehingga menghasilkan produk yang namanya “berita” yang diminatai masyarakat dengan
nilai jual tinggi. Semakin berkualitas
beritanya maka semakin tinggi nilai jualnya.
Pers juga menyediakan kolom untuk iklan.
Pers membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidupnya.
3. Peranan Pers
dalam Masyarakat Demokratis
Menurut UU No. 40
tahun 1999 tentang pers, maka pers nasional melaksanakan peranan sebagai
berikut :
1)
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
2)
Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum
dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
3)
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
4)
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan
benar.
5)
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Indicator 2
mendeskripsikan perkembangan pers di indonesia
Perkembangan Pers di Indonesia
Dr. Krisna Harahap
membagi periode perkembangan pers di Indonesia menjadi lima, yaitu :
1)
Era Kolonial sampai dengan tahun 1945.
2)
Era demokrasi Liberal, tahun 1949 - 1959.
3)
Era Demokrasi terpimpin, tahun 1959 -
1966.
4)
Era Orde Baru, tahun 1966 - 1998.
5)
Era reformasi, tahun 1998 - Sekarang.
A.
Era Kolonial ( Sampai dengan tahun 1945)
Belanda membuat UU
untuk membendung pengaruh pers, antara lain Persbreidel
Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah penjajah Belanda untuk menghentikan
penerbitan surat kabar/majalah Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian Haatzai
Atekelen, adalah pasal yang memberi ancaman hukuman terhadap siapapun yang
menyebarkan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda atau
sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda.
Di Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis,
orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan
ketajaman penanya tetapi melalui organisasi keagamaan, pendidikan, politik,
sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan.
Beberapa hari setelah teks
proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap
perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara
Asia di Surabaya, Tjahaja di
Bandung, dan Sinar Baroe di
semarang. Koran-koran tersebut pada
tanggal 19 Agustus 1945 memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks
Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu Indonesia Raya.
Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan
Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.
B.
Era Demokrasi Liberal (1945 – 1959)
Di
era demokrasi liberal, landasan kemerdekaan pers adalah Konstitusi RIS 1949 dan
UUD Sementara 1950. Pada pasal 19
Konstitusi RIS 1949, disebutkan “Setiap
orang bethak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”. Kemudian pasal ini juga di cantumkan di dalam
UUD Sementara 1950.
Awal
pembatasan terhadap kebebasan pers adalah efek samping dari keluhan wartawan
lokal terhadap pers Belanda dan Cina, oleh karena itu Negara mencari cara untuk
membatasi penerbitan asing di Indonesia, sebab pemerintah tidak ingin
membiarkan ideologi asing merongrong UUD, sehingga pemerintah mengadakan
pembreidelan pers namun tidak hanya kepada pers asing saja.
Tindakan
pembatasan pers terbaca dalam artikel Sekretaris Jenderal Kementerian
Penerangan, Ruslan Abdulgani, antara lain….”khusus
di bidang pers beberapa pembatasan perlu dilakukan atas kegiatan-kegiatan
kewartawanan orang-orang asing….”
C. Era Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)
Beberapa
hari setelah Dekrit Presiden yang menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan
penekanan pers terus berlangsung, yaitu penutupan Kantor
Berita PIA, Surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po
yang dilakukan oleh penguasa perang Jakarta.
Upaya
dalam membatasi kebebasan pers tercermin dalam pidato Menteri Muda Penerangan
yaitu Maladi dalam sambutan ketika HUT Kemerdekaan RI ke – 14, menyatakan “…Hak kebebasan individu disesuaikan dengan
hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan
memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya:
keamanan Negara, kepentingan bangsa, moral, dan kepribadian Indonesia, serta
tanggung jawab kepada Tuhan YME”.
Pada
awal tahun 1960, penekanan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda
Penerangan Maladi, bahwa akan dilakukan langkah-langkah tegas terhadap surat
kabar, majalah-majalah, kantor-kantor berita yang tidak mentaati peraturan yang
diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional. Para wartawan harus mendukung politik
pemerintah dan pengambialihan percetakan oleh pemerintah.
D. Era Orde Baru ( 1966 – 1998)
Pemerintahn
Orde Baru mencetuskan Pers Pancasila dengan membuang jauh praktik penekanan
pers di masa Orde Lama. Pemerintah orde
baru sangat mementingkan pemahaman tentang Pers Pancasila. Menurut rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984),
yang dimaksud Pers Pancasila , adalah pers Indonesia dalam arti pers yang
orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945.
Hakekat
Pers Pancasila, adalah pers yang sehat dan bertanggung jawab dalam menjalankan
fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi
rakyat, kontrol sosial yang konstruktif.
Kebebasan
ini di dukung dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 11 tahun 1966, yang menjamin
tidak ada sensor dan pembreidelan dan setiap warga Negara punya hak untuk
menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin usaha
penerbitan Pers (SIUPP).
Kebebasn
pers ini hanya berlangsung sekitar 8 tahun, sebab dengan terjadinya “Peristiwa
Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974) disinyalir disebabkan berita-berita
yang terlalu bebas tanpa sensor yang menyiarkan berbagai hal yang dapat
menyulut emosi mahasiswa untuk melakukan demontrasi pada pemerintah orde
baru. Oleh karena itu beberapa surat
kabar dilarang terbit termasuk Kompas dan di ijinkan terbit kembali setelah
permintaan maaf. Para wartawan diingatkan untuk mentaati kode etik jurnalistik.
Pers
setelah peristiwa malari cenderung pers yang mewakili penguasa, pemerintah atau
Negara, pers tidak menjaankan fungsi kontrol sosialnya dengan kritis, mirip
dengan di masa demokrasi terpimpin, hanya bedanya di masa Orde Baru, pers
dipandang sebagai institusi politik yang harus diatur dan dikontrol.
E.
Era reformasi (1998 – sekarang )
Kalangan
pers dapat bernafas lega ketika di era reformasi ini mengeluarkan UU No. 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 40 tahun 1999 tentang
pers. Dalam UU pers tersebut dijamin
bahwa kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga Negara (pasal 4). Jadi tidak perlu surat izin usaha penerbitan
pers (SIUPP). Dalam UU ini juga dijamin
tidak ada penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana bunyi
pasal 4 (ayat 2).
Dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak,
yaitu wartawan utuk tidak mengungkapkan
identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan
keluarganya. Tujuan Hak Tolak adalah
agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak
menyebutkan identitas sumber informasi.
Hak itu dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat
penyidik atau menjadi saksi di pengadilan.
Tapi hak tolak tidak berlaku atau dapat dibatalkan demi keamanan,
keselamatan Negara, atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan,
seperti teroris, pemberontak, penjahat, dll.
Dengan
adanya kebebasnan
pers maka tantangan
terberat adalah datang dari kebebasan pers itu sendiri, artinya sanggupkah
seorang wartawan atau sebuah perusahaan penerbitan untuk tidak menodai arti
kebebasan itu dengan tidak menerima pemberian atau godaan-godaan material yang
berhubungan dengan sebuah berita atau publikasi sebuah berita.
Sejak pemerintahan penjajahan Belanda menguasai
Indonesia, mereka mengetahui dengan baik pengaruh surat kabar terhadap
masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, mereka memandang perlu membuat
undang-undang khusus untuk membendung pengaruh pers Indonesia karena merupakan momok
yang harus diperangi.
1. Pers di
masa pergerakan
Setelah muncul pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar
yang dikeluarkan orang Indonesia lebih berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers
saat itu merupakan “terompet” dari organisasi pergerakan orang Indonesia. Pers
menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan
kedudukan bangsa. Contoh harian yang terbit pada masa pergerakan, antara lain:
a. Harian Sedio Tomo sebagai
kelanjutan harian Budi Utomo terbit di Yogyakarta didirikan bulan Juni 1920.
b. Harian Darmo Kondo terbit di Solo dipimpin Sudarya
Cokrosisworo.
c. Harian Utusan Hindia terbit di Surabaya dipimpin HOS
Cokroaminoto.
d. Harian Fadjar Asia terbit di Jakarta dipimpin Haji Agus Salim.
e. Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung dipimpin
Ir. Soekarno.
f. Majalah berkala Daulah Rakyat dipimpin Mocb. Hatta dan
Sutan Syahrir.
2. Pers di masa penjajahan
Jepang
Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan
bersifat pro Jepang. Beberapa harian yang muncul antara lain:
a. Asia Raya di Jakarta
b. Sinar Baru di Semarang
c. Suara Asia di Surabaya
d. Tjahaya di Bandung
Pers nasional masa pendudukan Jepang mengalami penderitaan dan pengekangan
lebih dari zaman Belanda. Namun ada beberapa keuntungan bagi wartawan atau
insan pers yang bekerja pada penerbitan Jepang, antara lain:
a. Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah. Fasilitas
dan alat yang digunakan jauh lebih banyak daripada pada masa Belanda.
b. Penggunaan bahasa Indonesia makin sering dan luas. Karena
bahasa Belanda berusaha dihapus oleh Jepang, hal ini yang nantinya membantu
bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa nasional.
c. Adanya pengajaran bagi rakyat agar berpikir kritis
terhadap berita yang disajikan oleh sumber resmi Jepang. Kekejaman dan
penderitaan yang dialami pada masa Jepang memudahkan pemimpin bangsa memberi
semangat untuk melawan penjajah.
3. Pers di masa revolusi
fisik
Periode ini antara tahun 1945 sampai 1949 saat itu bangsa Indonesia berjuang
mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih tanggal 17 Agustus 1945. Belanda
ingin kembali menduduki sehingga terjadi perang mempertahankan kemerdekaan.
Saat itu pers terbagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara Sekutu
dan Belanda yang dinamakan
Pers Nica (Belanda).
b. Pers yang terbit dan diusahakan oleh orang Indonesia atau
disebut Pers Republik.
Kedua golongan ini sangat berlawanan. Pers Republik yang disuarakan kaum
Republik berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha
pendudukan sekutu. Pers Nica berusaha mempengaruhi rakyat agar menerima kembali
Belanda.
Contoh koran Republik yang muncul antara lain: harian Merdeka, Sumber, Pemandangan,
Kedaulatan Rakyat, Nasional, dan Pedoman. Pers Nica antara lain: Warta
Indonesia di Jakarta, Persatuan di Bandung, Suluh Rakyat di Semarang, Pelita
Rakyat di Surabaya, dan Mustika di Medan. Pada masa ini Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) dan Serikat Pengusaha Surat Kabar (SPS) lahir, kedua organisasi
ini mempunyai kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.
Untuk menangani pers, pemerintah mcmbentuk Dewan Pers tanggal 17 Maret 1959.
Dewan terdiri dari orang-orang persuratkabaran, cendekiawan, dan pejabat
pemerintah, dengan tugas:
a. Penggantian undang-undang pers kolonial.
b. Pemberian dasar sosial-ekonomis yang lebih kuat kepada
pers Indonesia (artinya fasilitas kredit dan mungkin juga bantuan pemerintah).
c. Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia.
d. Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial dan hukum
bagi wartawan Indonesia (tingkat hidup dan tingkat gaji, perlindungan hukum,
etika jurnalistik, dll).
4. Pers di era
demokrasi (1949-1959)
Awal pembatasan terhadap kebebasan pers adalah efek samping dari keluhan para
wartawan terhadap pers Belanda dan Cina. Pemerintah mulai mencari cara
membatasi penerbitan karena negara tidak akan membiarkan ideologi “asing”
merongrong Undang-Undang Dasar. Akhirnya pemerintah melakukan pemberdelan pers
dengan tindakan yang tidak terbatas pada pers asing saja.
5. Pers dimasa Orde Lama
atau Pers Terpimpin
Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945,
tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor
berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po
dilakukan oleh penguasa perang Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri
Muda Penerangan Maladi dalam menyambut HUT Proklamasi Kemerdckaan RI ke-14,
antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh
bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat,
dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya:
keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta
tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda
Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar,
majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang
diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa
perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith
dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan
badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih
sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan
secara sepihak.
Tindakan penekanan terhadap kemerdekaan pers oleh penguasa Orde Lama bertambah
dengan meningkatnya ketegangan dalam pemerintahan. Tindakan penekanan ini
merosot ketika ketegangan dalam pemerintahan menurun. Lebih-lebih setelah
percetakan diambil alih pemerintah dan wartawan wajib untuk berjanji mendukung
politik pemerintah, sehingga sangat sedikit pemerintah melakukan tindakan
penekanan kepada pers.
6. Pers di era demokrasi
Pancasila dan Orde lama
Awal masa
kepemimpinan pemerintahan Orde Baru bahwa akan membuang jauh-jauh praktik
demokrasi terpimpin dan mengganti demokrasi Pancasila. Pernyataan ini membuat
semua tokoh bangsa Indonesia menyambut dengan antusias sehingga lahirlah
istilab pers Pancasila.
Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang pers
pancasila. Dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers
pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap dan
tingkab lakunya didasarkan nilai-nilai pancasila dan UUD’45 Hakikat pers
pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab
dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif,
penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya
Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada
sensor dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak
untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin
terbit. Kemesraan ini hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak
terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan
pers mengalami set-back (kembali seperti zaman Orde Lama).
Prof. Oeraar Seno Adji, SH, dalam bukunya Mas Media dan Hukum menggambarkan
kebebasan pers di alam demokrasi pancasila dengan karakteristik berikut:
a. Kemerdekaan pers harus diartikan sebagai kemerdekaan untuk
mempunyai dan menyatakan
pendapat dan bukan kemerdekaan untuk memperoleh alat dari expression, seperti
dikatakan oleh negara sosialis.
b. Tidak mengandung lembaga sensor preventif.
c. Kebebasan bukanlah tidak terbatas, tidak mutlak, dan bukan
tidak bersyarat sifatnya.
d. la merupakan suatu kebebasan dalam lingkungan batas tcrtentu,
dan syarat-syarat limitatif dan demokratis, seperti diakui oleh hukum
internasional dan ilmu hukum.
e. Kemerdekaan pers dibimbing oleh rasa tanggung jawab dan
membawa kewajiban yang untuk pers sendiri disalurkan melalui beroepsthiek
mereka.
f. la merupakan kemerdekaan yang disesuaikan dengan tugas
pers sebagai kritik adalah negatif
karakternya, melainkan ia positif sifatnya, bila ia menyampaikan
wettigeinitiativen dari pemerintah.
g. Aspek positif di atas tidak mengandung dan tidak membenarkan
suatu konklusi, bahwa posisinya subordinated terhadap penguasa politik.
h. Adalah suatu kenyataan bahwa aspek positif jarang ditemukan kaum
liberatarian sebagai unsur esensial dalam persoalan mass-communication.
i. Pernyataan bahwa pers tidak subordinated kepada penguasa politik berarti
bahwa konsep authoritarian tidak acceptable bagi pers Indonesia.
j. Konsentrasi perusahaan pers bentukan dari chains yang bisa merupakan
ekspresi dari kapitalisme yang ongebreideld, merupakan suatu hambatan yang
deadwerkelijk dan ekonomis terhadap pelaksanaan ide kemerdekaan pers. Pemulihan
suatu bentuk perusahaan, entah dalam bentuk co-partnership atau co-operative
atau dalam bentuk lain yang tidak memungkinkan timbulnya konsentrasi dari
perusahaan pers dalam satu atau beberapa tangan saja, adalah perlu.
k. Kebebasan pers dalam lingkunganbatas limitative dan demokratis, dengan
menolak tindakan preventif adalah lazim dalam negara demokrasi dan karena itu
tidak bertentangan dengan ide pers mereka.
l. Konsentrasi perusahaan yang membahayakan performance dari pers
excessive, kebebasan pers yang dirasakan berlebihan dan seolah memberi hak
kepada pers untuk misalnya berbohong (the right to lie), mengotorkan nama orang
(the right to vility), the right to invade . privacy, the right to distort, dan
lainnya dapat dihadapi dengan rasa tanggung jawab dari pers sendiri. la memberi
ilustrasi pers yang bebas dan bertanggung jawab (a free and responsible press).
Kd 3.2 menganalisis pers yang bebas dan bertanggung
jawab sesuai kode etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis di Indonesia
Indicator
1 mendeskripsikan makna dan ciri pers yang bebas dan bertanggung jawab
pers yang bebas dan bertanggung jawab
adalah konsep yang didambakan dalam pertumbuhan pers di Indonesia. Pers yang
bebas dan merdeka disini, bukan bebas sebebas bebasnya. Bebas dan merdeka dapat
diartikan terbebas dari segala tekanan, paksaan, atau penindasan dari pihak
manapun termasuk pemerintah Negara atau pihak-pihak tertentu. Dengan demikian
pers dapat bebas dan berekspresi tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun
tetapi tidak mengabaikan etika, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, serta
memegang teguh kode etik jurnalistik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Ciri ciri pers yang bebas dan bertanggung
jawab adalah yang sesuai dengan kode etik jurnalistik
Indicator
2 mendeskripsikan fungsi kode etik jurnalistik dalam masyarakat demokrasi Indonesia
Adalah memperlihatkan kepada public
suatu karya jurnalistik. Kode etik ini pula sebagai penuntun seorang wartawan
dalam melakukan tugasnya dalam peliputan maupun menulis atau menyiarkan berita
tersebut. Dengan memiliki kode ini maka wartawan dapat menimbang apakah
tindakakn yang dilakukannnya benar atau salah, baik atau jahat, bertanggung
jawab atau tidak.
Indicator
3 menguraikan upaya pemerintah dalam mengendalikan pers
Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Kebebasan Pers
di Indonesia :
1) Sensor, adalah pengawasan dan kontrol informasi
atau gagasan yang beredar dalam suatu masyarakat. Seperti pengawasan atas buku, majalah,
pertunjukan, film, program televisi dan radio, laporan berita, dan media
komunikasi lain dengan tujuan mengubah atau menghilangkan bagian tertentu yang
dianggap tidak diterima atau tidak sopan.
2) Penerbitan SIUPP (Surat Ijin Usaha Penrbitan
Pers).
3) Pendirian Departemen Penerangan.
4) Pemberlakuan UU Pers, Yaitu UU No. 40 tahun 1999.
5) Pembreidelan, yaitu pencabutan izin terbit. Di Indonesia surat kabar dan majalah yang
pernah dibreidel di masa Orde Lama dan Orde Baru, adalah:
Nama
|
Jenis
|
Tanggal dibreidel
|
Keng Po
|
Surat Kabar
|
1 Agustus 1957
|
Pos Indonesia
|
Surat Kabar
|
1957
|
Indonesia Raya
|
Surat Kabar
|
16 Agustus 1958
|
Star weekly
|
Surat Kabar
|
1961
|
Indonesia Raya
|
Surat Kabar
|
15 Januari 1974
|
Prioritas
|
Majalah Berita
|
1986
|
Sinar Harapan
|
Surat Kabar
|
Oktober 1986
|
Monitor
|
Tabloid Televisi, Radio dan Film
|
1992
|
Detik
|
Tabloid Berita
|
1994
|
Editor
|
Majalah Mingguan Berita
|
1994
|
Tempo
|
Majalah Mingguan Berita
|
1994
Ket. Terbit lagi setelah adanya permintaan maaf dari pihak majalah
tempo.
|
Perspektif
|
Acara Talk show Televisi
|
1995
|
Dialog Aktual
|
Acara Talk Show Televisi
|
1998
|
6) Distorsi peraturan perundangan, adanya upaya penghilangan
kebebasan pers itu sendiri memlalui undang-undang. Contoh adanya keinginan DPR untuk
mengamandemen UU No. 40 tahun 1999, adanya UU hak cipta, UU tentang perlindungan konsumen, UU
Penyiaran, dan pasal-pasal ancaman pidana di
KUHP.
7) Perilaku
aparat, adanya usaha mengendalikan kebebasan pers dengan cara menelpon
redaktur, mengirimkan teguran tertulis ke redaksi media massa, melakukan
kekerasan pisik kepada wartawan, menangkap dan memenjarakan, bahkan membunuh
wartawan.
8)
Pengadilan Massa, dengan adanya kebebasan pers yang tidak digunakan untuk
menguimbar sensasi, kerja jurnalistik asal-asalan, rumor, isu, dugaan,
penghinaan, hujatan dimuat begitu saja, sehingga masyarakat dirugikan. Mereka menghukum pers sesuai dengan caranya
sendiri (main hakim sendiri) seperti menculik, merusak kantor media massa,
penganiayaan wartawan, dll.
9) Perilaku
pers itu sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama dari pada penyajian berita
yang berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, akibatnya beberapa
media tumbuh menjadi kekuatan anti demokrasi, sehingga lebih mengutamakan
hiburan daripada memberikan informasi yang syarat makna
Kd
3.3 Kebebasan Pers dan Dampak
Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia
Indicator
1 menganalisis implementasi kebebasan pers dalam masyarakat demokrasi indonesia
A. Kebebasan Pers Indonesia
Kebebasan pers adalah
kebebasan mengemukakan pendapat,baik secara tulisan maupun lisan melalui media
pers seperti harian,majalah dan bulletin. Kebebasan pers dituntut tanggung
jawabnya untuk menegakkan keadilan,ketertiban dan keamanan dalam masyarakat
bukan untuk merusaknya. Selanjutnya komisi kemerdekaan pers menggariskan
lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat modern terhadap pers yang merupakan
ukuran pelaksanaan kegiatan pers yaitu :
1.
Pers dituntut untuk menyajikan laporan tentang kejadian sehari-hari secara
jujur,mendalam dan cerdas.
2.
Pers dituntut untuk menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik,yang
berarti pers diminta untuk menjadi wadah dikalangan masyarakat.
3.
Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran yang representative dari
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
4.
Pers hendaknya bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian tujuan dan
nilai-nilai dalam masyarakat.
5.
Pers hendaknya menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita
sehari-hari,ini berkaitan dengan kebebasan informasi yang diminta masyarakat.
Adapun landasan hukum
kebebasan pers di Indonesia termaksud dalam :
- Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kebebasan
menyampaikan pendapat dimuka umum.
- Undang-undang No. 40 Tahun 1998 tentang pers.
- Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
Setelah rezim Orde
Baru 1998 jatuh, kehidupan pers di Indonesia memasuki era kebebasan yang nyaris
tanpa restriksi (pembatasan). Bila di era Orba terjadi banyak restriksi, di era
reformasi ini pers menjadi bebas tanpa lagi ada batasan-batasan dari kebijakan
pemerintah.
Konstelasi
tersebut, tentu sangat dibutuhkan pers dan dalam upaya perwujudan masyarakat
demokratis serta perlindungan HAM. Bukankah kebebasan untuk memperoleh dan
menyebarluaskan informasi (inti dari kebebasan pers) diakui dalam konstitusi
kita (pasal 28 yunto pasal 28F UUD 45 amandemen keempat) serta pasal 19
Deklarasi Universal HAM? Karena itu, pers yang bebas sangat penting dan
fundamental bagi kehidupan demokratis. Sekalipun bisa diakui, bahwa pers yang
bebas bisa baik dan buruk. Tapi, tanpa kebebasan pers, sebagaimana yang
dikatakan novelis Prancis, Albert Camus, yang ada hanya celaka.
Kemudian, dimanakah keburukan pers bebas? Pers bebas menjadi buruk. Menurut
Jacob Oetama, bila kebebasan pers yang dimiliki pengelola pers itu tidak
disertai peningkatan kemampuan profesional, termasuk di dalamnya professional
ethics (Jacob Oetama, 2001).
Apakah kemampuan profesional pengelola pers sekarang sudah meningkat? Persoalan
tersebut mungkin bisa diperdebatkan. Namun, apakah etika profesional pengelola
pers tersebut sudah meningkat? Rasanya, pertanyaan itu mudah dijawab, yakni
secara umum malah merosot. Kalangan tokoh pers sendiri mengakui hal tersebut.
Lukas Luwarso, mantan Direktur Eksekutif Dewan Pers menjelaskan, bahwa
kebebasan pers yang sangat longgar saat ini tidak hanya menumbuhkan ratusan
penerbit baru. Akan tetapi, juga menimbulkan kebebasan pers yang anarkis.
Kebebasan pers telah menghadirkan secara telanjang segala keruwetan dan
kekacauan. Publik bisa menjadi leluasa membaca dan menyaksikan pola tingkah
figur publik. Serta, hampir tidak ada lagi rahasia atau privasi.
Tabloid-tabloid yang sangat sarat berita dan foto pornografi sangat marak.
Judul-judulnya pun sensasional, menakutkan dan bahkan menggemparkan (scare
headline).
Mekanisme untuk menghentikan kebebasan pers yang kebablasan tersebut secara
formal hanya bisa dilakukan melalui dua cara. Yakni, melalui pengadilan dan
penegakkan etika profesi oleh dewan pers atau atas kesadaran pengelola pers
untuk menjaga kehormatan profesinya (Lengkapnya baca : “Pasal Pornografi Dalam
Pers”). Guna memaksa, cara kedua ini mungkin lemah dan kekuatannya hanya
merupakan moral prefosi. Sejarah membuktikan, mengharapkan Dewan Pers berdaya
menegakkan etika profesi wartawan adalah sesuatu yang otopis. Sedangkan cara
pertama, penegakkan hukum di pengadilan itu lebih efektif karena bersifat
memaksa dan ada institusi negara untuk memaksakannya.
Dalam konteks
tersebut, tindakan polisi sebagai ujung tombak sistem peradilan pidana menjadi
tumpuan. Kalau polisi pasif saja dan menunggu laporan, apalagi kalau malah ikut
menikmati, tentu pers porno akan kondusif berkembang. Selama penegak hukum kita
gampang “dikompromi,” maka tidak terlalu salah pendapat yang mengatakan, polisi
kita sudah tak berdaya alias loyo didalam memberantas pornografi.
Indicator 2 menunjukkan dampak penyalahgunaan
kebebasan media massa di indonesia
Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media
Media massa dalam
penyampaian beritanya untuk kehidupan masyarakat memiliki manfaat yang cukup
besar. Mereka menggunakan alat atau media seperti Koran,radio,televisi,seni
pertunjukan dan lain sebagainya.peralatan tersebut dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan,namun jika fungsi penyampaian informasi/berita
disalahgunakan hal ini dapat berdampak sebagai berikut antara lain : Fungsi
media massa sebagai alat pendidikan masyarakat tidak lagi menjadi cara yang
kuat,penayangan adegan yang tidak layak dimedia-media elektronik begitulah
wajah kebebasan pers Indonesia saat ini.Disatu sisi menanamkan tanggung jawab
sosial,namun disisi lain keberadaanya dikhawatirkan menghancurkan moral bangsa
ini.Inilah efeknya pers yang dihasilkan wajah pers Indonesia dengan karakter
yang beragam seperti sekarang.
Kehadiran media masa senantiasa menghadirkan kontrakdiksi. Di satu sisi
menyediakan hal-hal positif seperti hiburan , informasi,pengetahuan dan iptek
untuk memperluas wawasan .dengan kata lain media masa baik elektronik dan non
elektronik bisa memberikan informasi yang sehat dan mencerdaskan khalayak serta
melakukan kontrol kritik yang konsturuktif . Adanya sifat kontradiksi dari media
masa misalnya pada suatu sisi brita - brita yang di tulis merupakan informasi
yang aktual dan sangat di perlukan biasanya di baca berulang - ulang dan di
jadikan sunber tulisan .Namun pada sisi lain pemberitaannya sering menimbulkan
keresahan dan berbau propokasi .
Dampak
penyalahgunaan kebebasan media masa sangat berpengaruh dalam kehidupan kita,
karena media masa cetak maupun elektronik senantiasa hadir di hadapan kita, dan
senantisa di nantikan kehadirannya oleh pembaca dan pemirsa. banyak prilaku yang
ditampilkan kepada kita cenderung merupakan hasil peniruan dari media masa baik
prilaku positif maupun negatif.
Kd.
4.1 mendeskripsikan proses, aspek, dan dampak globalisasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
Indicator 1 mengemukakan proses globalisasi
Proses Globalisasi
a
Benih-benih globalisai menurut Wikipedia telah tumbuh ketika manusia mulai
mengenal perdagangan antar negara sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu para
pedagang dari Cina dan India menelusuri negeri lain melalui jalan darat (jalur
sutera) dan jalur laut.
b
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum Muslim di Asia dan
Afrika, dengan membentuk jaringan perdagangan yang meliputi Jepang, China,
Vietnam, Indonesia, Persia , pantai Afrika Timur. Laut Tengah, Venesia dan
Genoa.
c
Fase berikutnya adalah eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa
seperti Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda ke negara-negara Asia, Afrika
dan Amerika Selatan. Eksplorasi yang didukung oleh terjadinya revolusi industri
di Eropa ini akhirnya melahirkan penjajahan/kolonialisme. Disisi lain hal ini
melahirkan keterkaitan antar bangsa di dunia. Berbagai teknologi ditemukan dan
menjadi dasar perkembangan tekonologi saat ini, seperti komputer dan internet.
d
Runtuhnya komunisme, membawa dunia pada fase selanjutnya. Kapitalisme yang
merupakan musuh utama komunisme dianggap sebagai jalan yang paling benar dalam
mewujudkan kesejahteraan dunia. Negara-negara mulai menyediakan diri sebagai
pasar yang bebas. Hal ini didukung dengan perkembangan teknologi komunikasi dan
transportasi. Hasilnya sekat-sekat antar negarapun mulai kabur.
Indicator
2 mendeskripsikan aspek globalisasi
a. Kemajuan dan inovasi teknologi
b. Semakin tingginya intensitas inventasi,
keuangan dan perdagangan global
c. Semakin tingginya intensitas
perpindahan manusia, pertukaran budaya, nilai dan ide yang lintas batas Negara
d. Globalisasi ditandai dengan semakin
meningkatnya tingkat keterkaitan dan ketergantungan tidak hanya antar bangsa
namun antar masyarakat
Indicator 3 mendeskripsikan dampak
globalisasi terhadap kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
1
Bidang Politik
Dampak Globalisasi
|
Pengaruh Positif
bagi masyarakat
|
Pengaruh Negatif
bagi masyarakat
|
Masuk & tersebarnya nilai-nilai demokrasi serta kesadaran politik
Semakin menguatnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat individual,
kelompok, oposisi, dikatator mayoritas, atau tirani minoritas
Transparansi (keterbukaan), akuntabilitas (tanggung jawab) dan
profesionalisme dalam penyelenggaraan pemerintahan semakin mendapat sorotan
masyarakat
Lahirnya berbagai partai politik, organisasi non pemerintah dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang memperjuangkan hal-hal yang berbeda
|
Masyarakat dapat menggunakan hak politiknya dengan bebas
Masyarakat dapat berpartisipasi dalam setiap proses politik sehingga
pembangunan dapat berjalan dengan baik.
HAM semakin diakui
|
Semangat musyawarah mufakat dalam setiap proses politik semakin ditinggalkan
Masyarakat lebih mengutamakan kepentingan kelompok dari pada kepentingan
umum.
|
2
Bidang Ekonomi
Dampak Globalisasi
|
Pengaruh Posistif
bagi masyarakat
|
Pengaruh Negatif
bagi masyarakat
|
Berlakunya praktik perdagangan “siapa yang memiliki modal yang besar akan
semakin kuat dan yang lemah tersingkir”
Adanya mekanisme pasar yang menentukan perekonomian negara.. Pemerintah hanya
berperan sebagai regulator (pengatur keuangan)
Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberi subsidi semakin berkurang, koperasi
sulit berkembang, sistem padat karya sulit dilakukan karena tenaga manusia
telah digantikan dengan mesin-mesin.
Kompetisi produk dan harga semakin tinggi, sejalan dengan tingkat
kebutuhan masyarakat yang tinggi pula
|
Taraf hidup dan pendapatan per lapita masyarakat meningkat
Tersedianya lapangan pekerjaan
Kualitas sumber daya manusia meningkat, sehingga pengelolaan sumber daya alam
juga meningkat
Jumlah produksi barang-barang industri meningkat dan berakibat pada
pertumbuhan ekonomi
|
Tatanan hubungan perekonomian yang berlandaskan kekeluargaan semakin pudar,
diganti dengan hubungan yang penuh persaingan
Munculnya kelas-kelas ekonomi, seperti kelas buruh dan majikan yang
menimbulkan kesenjangan
|
3
Bidang Sosial Budaya
Dampak Globalisasi
|
Pengaruh Posistif
bagi masyarakat
|
Pengaruh Negatif
bagi masyarakat
|
Masuknya nilai-nilai asing secara mudah melalui televisi, internet, radio dll
Semakin menurunnya apresiasi masyarakat terhadap budaya lokal. Semantara gaya
hidup individualisme, hedonisme, permisif dan konsumerisme semakin
berkembang.
Semkin lunturnya semangat kegotongroyongan, dan kepedulian social
Semakin memudarnya nilai-nilai keagamaan diganti dengan hal-hal yang bersifat
rasional
|
Pendidikan dan kesehatan semakin berkembang dengan baik, dengan didukung oleh
perkembangan teknologi.
Budaya asing yang baik, seperti menghargai waktu, etos kerja yang tinggi
dapat tumbuh dan berkembang.
|
Budaya tradisional semakin memudar.
Gaya hidup yang bersifat individual dan mementingkan kesenangan atau
kemewahan dapat menghilangkan kepedulian terhadap sesama
Penggunaan narkoba dan seks bebas semakin meningkat.
|
4
Bidang Hukum dan Pertahanan Keamanan
Dampak Globalisasi
|
Pengaruh Posistif
bagi masyarakat
|
Pengaruh Negatif
bagi masyarakat
|
Semakin menguatnya desakan terhadap supremasi hukum, demokrasi dan penegakan
HAM
Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan undang-undang yang memihak masyarakat
Semakin merebaknya tindak kejahatan lintas negara dan terosisme internasional
Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegakan hukum yang lebih
profesional, tarnsparan dan dapat dipercaya
Menguatnya kedudukan masyarakat sipil dengan memposisiskan tentara sebagai
penjaga keamanan, kedaulatan dan ketertiban
|
Masyarakat semakin tahun hak dan kewajibannya dalam bidang hukum.
Pelaksanaan HAM lebih baik.
Masyarakat dapat mengkritik kinerja para penegak hukum melalui sarana-sarana
yang ada
|
Posisi silang bangsa Indonesia menjadi sasaran berbagai macam kejahatan
internasional
Nasionalisme dan patriotisme berkurang
|
KD.
4.2 mengevaluasi pengaruh globalisasi terhadap kehidupan bangsa dan Negara
Indonesia
Indicator
1 mendeskripsikan pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara
Ciri yang menandakan fenomena
globalisasi di dunia
a
Perubahan dalam konsep ruang dan waktu.
Perkembangan barang-barang seperti
telepon genggam, televise satelit dan internet menujukkan bahwa komunikasi
global terjadi dengan begitu cepat.
b
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
tergantung
Hal ini merupakan akibat dari
pertumbuhan perdagangan internasional, pengaruh perusahaan multinasional, dan
dominasi organisasi semacam World Trade Organization.
c
Peningkatan interaksi budaya melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, film, musik, internet dan olah raga internasional)
d
Meningkatkan masalah bersama, misalnya dalam bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional dan inflasi regional.
Ringkasan dari bentuk-bentuk
globalisasi di sekitar kita.
a
Gaya Hidup
Globalisasi menimbulkan lahirnya gaya
hidup seperti berikut
Individualisme
Konsumerisme
Hedonisme
b
Makanan
Dengan globalisasi banyak kita temukan
banyaknya restoran (Mc. Donald, KFC, Hoka-hoka Bento) dan masakan asing (pizza,
dim sum, fried chicken dll)
c
Mode
Dijadikannya negara-negara tertentu
sebagai kiblat mode pakaian atau rambut, seperti Prancis, Italia, Amerika
serikat ataupun Jepang..
d
Komunikasi
Mudahnya berkomunikasi dengan
orang-orang di luar negeri dengan menggunakan handphone, chatting di internet
dll
e
Transportasi
Angkutan darat, laut dan udara sekarang
sudah didisain sedemikian hebat dan cepat.
Indicator
2 menunjukkan contoh pengaruh Negara lain yang dirasakan oleh bangsa Indonesia
Pengaruh Globalisasi di
Bidang Lingkungan Hidup
Di seluruh dunia, baik Negara kaya maupun miskin, semua memiliki
ketergantungan, dan ketergantungan itu semakin tinggi di antara yang satu
dengan yang lain. Mereka menghadapi suatu masalah yang skalanya semakin
global,dan masalah ligkungan adalah contoh yang mutakhir dalam ini. Globalisasi
dalam tingkat konsumsi yang tinggi atau depresi ekonomi, telah mengakibatkan
masalah lingkungan, merosotnya kualitas dan kuantitas sumber daya alam serta
meningkatnya polusi adalah contoh kongkret yang terjadi. Dalam jangka waktu
yang panjang, globalisasi hanya bisa sukses jika bisa membawa kesejahteraan
ekonomi bagi semua umat manusia tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan.
Pengaruh Globalisasi di Bidang Ekonomi
Pengaruh globalisasi di bidang ekonomi adalah gencarnya perusahaan-perusahaan
multinasional mendirikan pabrik dan kantor-kantor cabangnya di negara lain. Produk
luar negeri masuk ke pasar-pasar suatu negara, sehingga produk dalam negeri
kalah bersaing. Globalisasi perekonomian itu sendiri merupakan suatu proses
kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi
satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas
teritorial negara. Akibat adanya globalisasi mengharuskan penghapusan seluruh
batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi
terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara
ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat.
Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari
dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka
peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Pengaruh Globalisasi di Bidang Sosial
Budaya
Globalisasi merupakan kenyataan hidup dan kesadaran baru bagi setiap manusia.
Globalisasi telah menimbulkan gaya hidup yang baru yang tampak dengan jelas,
yaitu di kota-kota besar dan semakin merasuki kehidupan-kehidupan yang dulunya
terisolasi. Menurut analisis para ahli, globalisasi pada umumnya bertumpu pada
empat kekuatan global, yaitu :
a. Kemajuan IPTEK terutama dalam bidang informasi dan inovasi-inovasi baru di
dalam teknologi yang mempermudah kehidupan manusia.
b. Perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan IPTEK.
c. Kerjasama regional dan international yang telah menyatukan kehidupan
berusaha bangsa-bangsa tanpa megenal batas-batas Negara.
d. Meningkatnya kesadaran terhadap hak-hak asasi manusia dan kewajiban manusia
di dalam kehidupan bersama, serta meningkatnya kesadaran bersama dalam
demokrasi.
Kebudayaan yang cukup kuat atau mungkin juga bisa dikatakan paling kuat adalah
kebudayaan barat. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari di seluruh belahan dunia
ada kelompok orang-orang ( sebagian besar remaja ). Dan itu semua bisa kita
lihat baik dalam segi pakaian, tingkah laku atau lagu dan film yang disukai.
Perkembangan globalisasi kebudayaan dapat menimbulkan efek atau pengaruh yang
positif juga bisa negative. Perkembangan globalisasi kebudayaan ini di tandai
dengan cirri-ciri sebagai berikut :
a. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
b. Penyebaran prinsip multikebudayaan.
c. Berkembangnya pariwisata.
d. Berkembangnya mode yang berskala global, dalam hal ini pakaian dan film.
e. Bertambah banyaknya event-event berskala global.
Dalam percaturan globalisasi, sudah menjadi tugas negara untuk mempertahankan
dan memajukan kebudayaan nasional. Dan upaya memajukan kebudayaan nasional ini
sebenarnya telah diamanahkan dalam UUD 1945 Pasal 32 ayat ( 1 ). Untuk
menghadapi peluang dan tantangan globalisasi, dibutuhkan adanya identitas
kebudayaan nasional yang kuat dan handal. Dan upaya untuk mewujudkan ini dapat
dilakukan dengan tiga pendekatan :
a. Merumuskan identitas kebudayaan nasional dalam konsepsi ke-Bhineka-an.
b. Merumuskan identitas kebudayaan nasional dengan menerapkan konsep Wawasan
Nusantara.
c. Merumuskan identitas kebudayaan nasional dalam bingkai Wawasan Nusantara.
Bangsa Indonesia hidup dalam suatu wilayah yang luas dan disatukan oleh lautan
yang merupakan suatu kenyataan akan ke-Bhineka-an kita. Tanpa ke-Bhineka-an,
ketunggalan masyarakat kita akan bersifat semu dan kurang mempunyai daya tahan.
Ke-Bhineka-an masyarakat kita merupakan kekuatan yang mahadasyat apabila diikat
dalam suatu wadah kebangsaan dan kebudayaan nasional.
Sedangkan, mempertahankan dan mengembangkan identitas kebudayaan nasional
dengan menerapkan konsep wawasan nusantara berarti kita berupaya mempertahankan
identitas kebudayaan nasional dalam wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia (
NKRI ). Identitas kebudayaan nasional dalam Wawasan Nusantara memuat tiga
kepentingan nasional yang paling mendasar, yaitu :
a. Persatuan dan kesatuan nasional.
b. Identitas atau jatidiri bangsa.
c. Kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Identitas kebudayaan dalam Wawasan Nusantara bisa diartikan bisa diartikan
sebagai cara pandang bangsa Indonesia terhadap dirinya yang serba nusantara
dari dalam lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan
memperlihatkan kondisi geografis, latarbelakang sejarah, dan kondisi social
budayanya.
Pengaruh Globalisasi di Bidang Politik
dan Hankam
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan
keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia
melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk
interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Dalam banyak hal globalisasi mempunyai banyak karateristik yang sama dengan
internasionalisasi. Kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak
sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran
Negara dan batas-batas Negara.
Globalisasi merupakan salah satu aspek kehidupan yang mau tidak mau harus
dihadapi bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk mempertahankan identitas
nasional dari pengaruh negative globalisasi, dibutuhkan adanya pendekatan
sistem ketahanan nasional. Identitas dalam pandangan perspektif ketahanan
nasional, merupakan salah satu sarana dalam membentuk kondisi dinamis yang
meliputi segala aspek kehidupan yang terintegrasi dalam dalam bangsa dan negara
Indonesia. Aspek-aspek yang dikedepankan dalam pertahanan nasional antara lain
:
a. Kemampuan dan kekuatan mempertahankan kelangsungan hidup ( survival,
identitasdan integritas bangsa dan Negara )
b. Kemampuan dan kekuatan mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
Melalui kedua aspek tersebut, kondisi identitas kebudayaannasional semakin
kokoh dengan lahirnya manusia Indonesia yang berbudaya dan berperadaban.
Manusia yang berbudaya yang punya kemampuan dan kekuatan untuk survive
sekaligus berkembang, serta dapat hidup bersaing dan bersanding dengan
bangsa-bangsa lain.
Dampak positif globalisasi antara lain:
- Mudah memperoleh informasi dan
ilmu pengetahuan
- Mudah melakukan komunikasi
- Cepat dalam bepergian (mobilitas
tinggi)
- Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan
toleran
- Memacu untuk meningkatkan kualitas
diri
- Mudah memenuhi kebutuhan
- Membuat sikap terbuka, berpikiran
luas
Dampak negatif globalisasi antara lain:
- Informasi yang tidak tersaring
- Perilaku konsumtif
- Ketergantungan dengan teknologi
- Pemborosan pengeluaran dan meniru
perilaku yang buruk
- Mudah terpengaruh oleh hal yang
tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara
Kd
4.3 menentukan sikap terhadap pengaruh dan implikasi globalisasi terhadap
bangsa dan Negara Indonesia
Indicator
1 menentukan posisi terhadap implikasi globalisasi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara
Implikasi
globalisasi terhadap bangsa dan Negara Indonesia
1) Menghapus
berbagai jenis subsidi untuk rakyat, sikap ini bukanlah arif dan bijak
sebab hanya untuk kepentingan Negara-negara pemberi hutang. Apalagi hal
itu dilakukan dimana rakyat Indonesia sedang bergulat melawan krisis
ekonomi. Ironisnya Negara kreditur atau pemberi hutang memberikan subsidi
besar-besaran terhadap rakyatnya dalam berbagai sector kehidupan padahal
kondisi ekonomi rakyat dari negar G -8 sangat stabil.
2) Meliberalisasi
keuangan, kebijakan pemerintah yang meliberalisasi keuangan pada tahun 1997
ternyata telah mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia ke dasar yang paling
dalam. Liberalisasi ini adalah suatu kesepakatan untuk menggunakan
dolar Amerika sebagai nilai kurs Indonesia. Awlanya nulai 1 dolar Rp
2.500,00 melonjak menjadi Rp 19.000,00, lonjakan ini jelas menguntungkan
pemilik dolar dan disisi lain memperburuk kondisi ekonomi Indonesia.
Sebab melonjak nilai hutang luar negeri, harga barang inpor melonjak.
Kita harus belajar dari Negara RRC yang tidak mengkurs atau meliberalisasi mata
uangnya, walaupun mendapat tekanan dari Negara G-8 terutama Amerika
Serikat. RRC tidak terkena dampak krisis ekonomi tahun 1997 bahkan
barang-barang dari RRC diminati pasar dunia yag sedang krisis karena harganya
sangat murah sebab biaya produksinya murah Karena mata uangnya tidak dukurskan
sehingga nilai tukarnya menjadi murah dalam perdagangan internasional.
3) Meliberalisasi
perbankan, kebijakan ini semakin memperparah perekonomian nasional.
Karena modal masyarakat dapat saja dimasukkan ke bank asing, sebab
adanyakemudahan bank asing untuk beroperasi dan menawarkan suku bungan yang
tinggi sehingga bank – bank nasional bersaing ketat, dan bank nasional sering
dipakai sebagai pundi-pundi para pengusaha dan pejabat Negara untuk menarik
keuntungan. Akibatnya bank-bank nasional sering mengalami kerugian dan
sering dibobol. Oleh nsebab itu kerugian bank sering ditutup oleh BLBI
(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang mencapai nilai triliunan rupiah.
4) Melakukan
Privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara), adalah kebijakan untuk menjual
sebagian atau seluruhnya saham BUMN kepada pihak swasta dengan alasan
adanya korupsi dan salah pengelolaan terhadap BUMN tersebut, sehingga mengalami
kerugian terus menerus, maka untuk mengatasi hal tersebut pemerintah mengadakan
privatisasi atau menswatanisasikan BUMN tersebut.
5) Perumus
kebijakan di tingkat nasional, yaitu peningkatan srategi dan
langkah-langkah operasional untuk menciptakan iklim yang menguntungkan dunia
usaha,aparat, penegak hukum dll.
6) Pelaku
ekonomi, Daya saing makin banyak maka perlu untuk mempertahankan dan
meningkatkan pasar bagi hasil produksi nasional.
7) Pemerintah,
dapat memainkan peran sebagai fasilitator, bimbingan, kepada cendekiawan
dan tenaga ahli untuk meningkatkan daya saing dalam kancah internasional.
8) Bagi
dunia Usaha, harus lebih jeli mempelajari peluang yang ada di pasar
danmenigkatkan produksi dan daya saing perusahaannya.
Indicator
2 menunjukkan sikap selektif terhadap pengaruh globalisasi
Globalisasi mempunyai akibat positif dan negative. Untuk menghadapi
supaya tidak terimbas dengan pengaruh negative maka kita harus selektif dalam
memilih dan memilah serta harus disesuaikan atau disaring dengan norma – norma
masyarakat dan Nilai Pancasila, sebab Pancasila dan norma masyarakat adalah
filter atau penyaring dari dampak globalisasi.
NO
|
Sisi
Positif Globalisasi
|
Sisi
negative Globalisasi
|
1
|
Liberalisasi
barang , jasa dan komoditi lainnya memberikan peluang bagi Indonesia untuk
ikut bersaing merebut pasar perdagangan luar negeri terutama hasilpertanian,tekstil
dan baha tambang.
Bidang
jasa indonesia punya peluang untuk menarik wisatawan mancanegara untuk
menikmati keindahan alam, budaya tradisional yang beraneka ragam.
|
-Arus
masuk perdagangan luar negeri menyebabkan defisit perdagangan nasional.
-Maraknya
penyelundupan barang ke Indonesia.
-Masuknya
wisatawan ke Indonesia melunturkan nilai luhur bangsa.
|
2
|
Ada
kecendrungan perusahaan asing memindahkan operasi produksi perusahaannya ke
Negara-negara sedang berkembang dengan tujuan keuntungan geografis
(bahan baku, areal luas, tenaga kerja murah). Indonesia memiliki
peluang untuk dipilih menjadi tempat baru perusahaan itu.
|
-perusahaan
dalam negeri lebih tertarik bermitra perusahaan luar negeri. Akibatnya
industri dalam negeri sulit berkembang.
-Terjadi
kerusakan lingkungan dan polusi limbah industri.
-Bila
perusahaan asing tersebut nantinya pindah atau pulang kampung maka akan
terjadi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
|
3
|
Kecendrungan
global terbatasnya investasi langsung luar negeri akan memberipeluang bagi
pasar modal Indonesia seperti BEJ (Bursa Efek Jakarta) untukmeningkatkan
transaksinya tanpa saingan investor asing.
|
-Perkembangan
perusahaan nasional mejadi lambat karena investasinya lebih banyak malalui
bursa efek dari pada mendirikan perusahaan baru.
|
4
|
Peredaran
uang secara langsung dan tanpa batas negara memiliki aspek positif, antara
lain para pengusaha dapat melakukan transaksi tanpa batas ruang dan waktu,
memberikan peluang bank Indonesia untuk berebut peluang jasa layanan kartu
kredit,transferantar bank, ATM dll.
|
-Maraknya
kejahatan pembobolan rekening bank melaui jaringan online.
-Banyaknya
pemalsuan mata uang baik rupiah maupun asing.
|
5
|
Kebebasan
gerak para pekerja yang semakin menggelobal memberikan kesempatan pekerja
dari Indonesia untuk memperoleh pekerjaan di perusahaan asing
baik di dalam negeri atau luar negeri.
|
-Maraknya
pekerja illegal.
-banyaknya
pelanggaran HAM terhadap TKI di luar negeri.
|
6
|
Kecenderungan
melemahnya kedaulatan Negara justru dapat dipakai sebagai alat uji empiris
terhadap pemerintah RI sejauh mana pemerintah dapat melakukan lobi diplomatik
untuk menyeimbangkan kekuatan dengan iplom luar dan maju.
|
-Gagalnya
berbagai program pembangunan nasional karena pemerintah harus memenuhi
tuntutan lembaga internasional atau pemilik modal dari luar negeri.
-Maraknya
demonstrasi yang berakhir rusuh.
|
7
|
Meski
organisasi internasional seperti Bank Dunia, WTO, IMF menunjukkan
kecendrungan sangat berkuasa dalam hubungan internasional, namun sisi
positifnya adalah memberi peluang pada menteri ekonomi dan keuangan dan
perwakilan diluar negeri untuk melakukan lobi diplomatik untuk menemukan
jalan keluar dalam penyelesaian persoalan ekonomi Indonesia.
|
-Melemahnya
posisi tawar-menawar dalam proses dilomasi yang dilakukan pemerintah
Indonesia.
-munculnya
rasa ketidak adilan global yang berpengaruh pada sikap apatis dalam pergaulan
Internasional.
|
8
|
Distribusi
citra (image) dan informasi global terutama malalui media elektronik seperti
TV, Video dan Internet memberikan sikap positif :
1)
Menjadi sarana pendidikan bagi orang Indonesia untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya.
2)
Memudahkan memperoleh barang-barang manufaktur berkat citra global.
|
-Munculnya
sikap materialistis, gaya hidup konsumtif dan mentalitas instan.
-Maraknya
pornografi dan pornoaksi.
-Melemahnya
nilai luhur bangsa.
|
9
|
Globalisasi
turisme internasional memberikan sumbangan positif seperti menambah lapangan
kerja baru agen perjalanan, meningkatkan pendapatan hotel, transportasi,dll
|
-Maraknya
penyelundupan obat terlarang.
-Maraknya
penyakit masyarakat seperti (prostitusi, perdagangan wanita,kawin kontrak).
-Berkembangnya
penyakit menular seperti HIV-AIDS, plu Babi.
|